KAMPUNGKU SEBELUM ADA LISTRIK

Aku masih ingat masa kecil di kampung. Ya, di sebuah desa di kaki Gunung Slamet yang jaraknya 10 km dari pusat kota Purwokerto. Saat itu, listrik belum masuk kampungku. Penerangan rumah-rumah penduduk menggunakan lampu minyak tanah. Umumnya lampu tempel atau lampu gantung yang mengeluarkan asap hitam. Orang-orang kaya di kampung menggunakan lampu Petromak yang dapat menyala lebih terang.


Menjelang waktu Magrib, anak-anak sudah biasa dengan kain sarung terlilit di pinggang bermain dan bercanda di halaman masjid. Setelah terdengar bunyi bedug dan adzan Magrib berkumandang, kami bergegas mengambil air wudhu dan masuk masjid. Tidak lupa merapikan kain sarung yang memang tak rapi karena digulung-gulung saat main tadi. Sesekali ada yang iseng menggoda teman lain karena rupanya belum lagi puas bermain di luar masjid.

Sambil menunggu imam masjid datang, jamaah melantunkan puji-pujian berbahasa Jawa. Syair dan lagu dihafal dari proses mendengar setiap hari. Ada beberapa, tapi yang paling aku suka adalah "Tombo Ati". Sering kali anak-anak melantunkannya dengan penuh semangat karena kegembiraan bermain masih bertebaran di hati. Belakangan saya ketahui apa yang biasanya kami lantunkan menjelang salat Magrib itu diciptakan oleh Wali Sanga. Syair yang indah penuh makna dalam balutan lagu sederhana. Memang sedikit berbeda dengan versi yang banyak dinyanyikan sekarang baik dalam bahasa jawa maupun yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Yang biasa kami lantaunkan adalah seperti ini:

Tamba ati iku pitu perkarane
kaping siji maca Quran lan maknane
kaping pindho sholat wengi lakonono
kaping telu dzikir wengi ingkang suwe

kaping pate weteng ira luwehono
kaping lima golet elmu diamalno
kaping neme panganane ingkang halal
kaping pitu lelungguhan karo wong alim

Sapa bisa sawiji bisa nglakoni
insya Allah Gusti kita nyembadani
mula wajib wong urip sing ati-ati
aja gelem aning dunya disembah mukti


Dalam bahasa Indonesia kurang lebih maknanya begini:

Obat hati itu ada tujuh hal
yang pertama membaca Quran dengan tafsirnya
yang kedua shalat malam dilakukan
yang ketiga berlama-lama dalam dzikir malam

yang keempat kosongkan perut (puasa)
yang kelima mencari ilmu dan diamalkan
yang keenam makan makanan yang halal
yang ketujuh berkumpul dengan orang alim

Siapa pun yang bisa melaksanakan
insya Allah Tuhan kita mengabulkan
maka orang hidup harus berhati-hati
jangan mau di dunia ini diagungkan/dielu-elukan

Lepas shalat Magrib, anak-anak terus mengaji (=belajar membaca) Al-Quran hingga datang waktu shalat Isya. Kebiasaan di kampungku, mengaji tidak di masjid, tetapi di rumah guru ngaji dan tidak hanya di satu rumah tetapi ada beberapa guru ngaji. Setelah itu kami akan kembali ke masjid untuk melaksanakan shalat Isya. Kami baru akan kembali ke rumah masing-masing setelah shalat Isya. Sayang, suasana suasana seperti itu sekarang sudah tidak ada lagi.

Belajar Animasi Sederhana

Aku Tak Pernah Lelah Berjalan Film-film animasi (kartun) dewasa ini sungguh sangat menakjubkan. Gambarnya begitu menakjubka...