AKU: Perjuangan atau Pemberontakan


Banyak orang memaknai puisi 'Aku' karya Chairil anwar sebagai satu semangat perjuangan bangsa untuk meraih kemerdekaanya. Terlebih puisi itu ia tulis pada masa-masa perjuangan Bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari penjajahan (tahun 1943).

Dalam tulisan ini saya mencoba mengurai apa yang ingin disampaikan seorang Chairil Anwar dalam sebuah karyanya yang begitu populer itu. A. Tiew menuliskan bahwa untuk dapat menerjemahkan makna sebuah karya sastra tidak dapat lepas dari kondisi penulisnya. Karena itulah saya ingin menguraikan 'Aku' setelah membaca biografi Sang Penulis.

Chairil Anwar adalah anak dari orang tua yang broken home di Sumatera Barat. Ia lari ke Batavia setelah orang tuanya bercerai. Tak lama, ibunya pun ikut hijrah ke Jakarta. Di Jakarta, Chairi Anwar melanjutkan sekolahnya yang masih duduk di bangku kelas II MULO (setingkat SMP) namun tidak tamat lantaran ayahnya tidak lagi mengirimkan biaya.

Bakat menulis dan kegemarannya membaca tidak terputus. Konon, karena kegemarannya membaca ini ia pernah mencuri buku di sebuah toko buku. Buku itu sangat ingin ia baca tetapi ia tidak memiliki uang untuk membelinya

Chairil Anwar hidup tanpa pendapatan pasti. Ia membebaskan dirinya di bawah langit tanpa peduli akan keindahan dirinya. Ia hanya peduli dengan imajinasi dan ke-AKU-annya.

Dari sisi itu, nampaknya Chairil Anwar ingin mengungkapkan bahwa dirinya adalah 'manusia liar' yang terbuang dari kehidupan keluarganya. Bukan tidak mungkin, sebagai seorang anak yang hidup dalam keluarga terpadang dan dimanjakan pula, tentu terikat dengan berbagai peraturan keluarga. Ke-liar-annya memuncak ketika orang tuanya bercerai.

Kasih sayang Sang Ibu hingga menyusul ke Jakarta barangkali apa yang ingin ia sampaikan dengan:'ku mau tak seorang kan merayu | tidak juga kau | tak perlu sedu sedan itu. Dia ingin tentukan jalan hidupnya sendiri. Dengan pandangan hidupnya yang boleh jadi tidak searah dengan orang tuanya yang memiliki tatanan 'orang terpandang' membuatnya merasa terbuang.

biar peluru menembus kulitku | aku tetap meradang menerjang adalah ungkapan betapa dia tak menghiraukan ultimatum dari orang tuanya. Semakin dia didesak, semakin bertambah besar penolakannya/pem-berontakannya pada keinginan orang tuanya.

Hidup dengan penyakit di tubuhnya membuatnya ingin lebih jauh lagi dari keluarganya. Ia ingin hanya dirinya yang tahu dan merasakan derita itu sambil terus menuliskan gagasan-gagasan (karya)-nya yang dapat dinikmati atau memberikan 'sesuatu yang berarti' bagi orang lain sepanjang masa. luka dan bisa kubawa berlari | berlari | hingga hilang pedih peri | | dan aku akan lebih tidak perduli | aku mau hidup seribu tahun lagi

Sebagai karya sastra, bias dalam makna adalah suatu kekayaan. Semakin banyak interpretasi orang terhadap karya tersebut, jelas karya itu akan semakin banyak memberikan 'sesuatu' kepada penikmatnya.

Semoga pemaknaan ini bukan sebagai prasangka buruk, tetapi sebalik-nya, merupakan penyelaman imajinasi. Perjuangan atau pemberontakan hanya penulis dan Tuhannyalah yang paling tahu.


Ciputat, Mei 2008

Belajar Animasi Sederhana

Aku Tak Pernah Lelah Berjalan Film-film animasi (kartun) dewasa ini sungguh sangat menakjubkan. Gambarnya begitu menakjubka...